Anne of Green Gables

“Marilla, bukankah menyenangkan jika hari esok kita pandang sebagai hari baru yang masih bersih dari kesalahan?”


Begitulah pertanyaan yang dilontarkan Anne kepada Marilla. Lebih tepatnya, itulah pernyataan Anne yang selalu ingin berusaha optimis memandang kehidupan.

Kisah Anne yang mengambil setting Prince Edward Island, Nova Scotia ini merupakan novel pertama yang ditulis berdasarkan pengalaman pribadi si penulisnya Lucy Montgomery.
Anne Shirley seorang gadis kecil yatim piatu berusia 11 tahun datang dari sebuah panti asuhan ke desa Avonlea karena suatu kesalahan. Cuthbert bersaudara yang menginginkan mengangkat seorang anak laki-laki mengajukan permintaan tersebut ke sebuah panti asuhan. Namun entah karena salah paham seperti apa, anak yang dikirimkan adalah seorang anak perempuan. Dan Matthew Cuthbert yang pemalu dan kikuk mau tak mau harus membawanya ke Green Gables tempat dia dan saudarinya tinggal. Matthew pun segera merasa jatuh cinta pada gadis kecil ini, yang selama perjalanan menuju desa Avonlea tak henti-hentinya berbicara. Dalam hatinya, Matthew tak keberatan dengan kesalah-pahaman yang telah terjadi ini dan memutuskan mengangkat Anne sebagai anak.

Dan Anne yang sangat suka berbicara panjang lebar pun merasa telah menemukan ‘belahan jiwa’nya, karena tak seperti kebanyakan orang, Matthew dengan sabarnya mau mendengarkan setiap ocehan Anne. Ketika Anne sampai di Green Gables (hari sudah gelap) dia begitu senang karena selama ini, tinggal di tempat seperti Green Gables hanya ada di dalam khayalannya, di dunia mimpinya.

Marilla Cuthbert, karena merasa tak meminta seorang anak perempuan langsung bertindak keesokan harinya. Dia hendak mengembalikan Anne – yang membuatnya pusing karena tak pernah berhenti berkicau - dengan seorang anak laki-laki. Namun setelah mendengar cerita tentang masa lalu Anne ditambah melihat orang-orang yang akan mengambil Anne memiliki perangai yang buruk dan lebih berpotensi menjadikan kehidupan Anne semakin terpuruk, Marilla pun urung melaksanakan niatnya. Lagipula sesungguhnya, Marilla diam-diam telah jatuh cinta juga pada gadis kecil itu.
Maka mulai saat itu, Anne resmi menjadi salah satu penghuni Green Gables. Memulai petualangannya di desa Avonlea. Bangun di pagi hari dan menyapa pemandangan di luar jendela kamarnya yang tengah tertutup salju kemudian memutuskan untuk menyebut satu pohon besar di sana dengan Ratu Salju. Termasuk danau yang Anne lewati di malam saat dia menuju Green Gables telah ia ganti namanya menjadi Danau Riak Air Berkilau.

Anne si rambut merah, adalah anak yang penuh mimpi dan imajinasi yang menyukai hal-hal romantis (menurut kosa kata pribadinya) dan sangat suka menamai hal-hal di sekelilingnya dengan nama ciptaannya. Selain Ratu Salju dan Danau Air Riak Berkilau dia juga menciptakan nama-nama seperti Kanopi Kekasih, Permadani Violet dan Hutan Berhantu. Tentu saja semua itu muncul dari kemampuan berimajinasinya yang selalu dia banggakan.

Pada setiap orang yang baru dijumpainya, Anne dengan detil akan menjelaskan bahwa namanya ditulis dengan huruf ‘e’, sehingga karenanya dia ingin orang-orang menyebutkan huruf ‘e’ tersebut saat memanggil namanya.
Anne yang terlalu khawatir tak bisa mempunyai teman akhirnya menemukan seorang belahan jiwa. Dia bersahabat erat dengan Diana Barry. Selain itu juga, di sekolahnya Anne bertemu dengan Gilbert Blithe, Ruby Gillis dan Josy Pye.

Mengikuti perjalanan hidup Anne menjadi suatu sensasi tersendiri diantara keharuan dan kegelian akan sikapnya; dimana kadang kala imajinasinya malampaui batas ataupun karena masalah-masalah yang ditimbulkannya, juga kata-kata canggih – sebutan untuk kata-kata yang tak lazim keluar dari mulut gadis seusianya dan kata-kata puitis – yang diucapkannya.

Ada beberapa cerita dimana Anne terjebak dengan imajinasinya sendiri. Yaitu saat dia membayangkan suatu saat Diana akan meninggalkannya, menikah dengan seorang pangeran impiannya. Lalu tiba-tiba Anne menjadi sangat kesepian kemudian menangis tersedu-sedu karena kesedihan yang sangat mendalam. Padahal Anne dan Diana masih bersama-sama. Lalu saat dia memunculkan imajinasi bahwa ada hantu tanpa kepala yang bergentayangan di jalan yang biasa ia lewati menuju rumah Diana dan membuat Anne menamainya Hutan Berhantu, sehingga ketika Marilla menyuruhnya untuk meminjam sebuah pola ke Mrs. Barry, Anne menjadi sangat ketakutan sendiri.

Kisah Anne bisa dikatakan termasuk “Happy-Ending” karena pada akhirnya dia berhasil lulus tes di Queen Academy dan mendapatkan beasiswa. Tetap, jika sedang merasa frustasi, tak bersemangat atau kecewa terhadap beberapa hal, yang sering Anne lakukan adalah berkata; “Oh, lebih baik aku menjadi Anne dari Green Gables daripada tak menjadi Anne dari manapun juga!” atau kata-kata seperti “… ah, itu tidak romantis. Menyedihkan …

Satu kesan untuk novel ini: Anne of Green Gables sangat cocok dibaca baik untuk 'melembutkan' perasaan ataupun membangkitkan semangat baru menatap masa depan yang cerah. Dan sensasi yang dirasakan pun tak kalah serunya dengan kisah Harry Potter. Apalagi bayangan tentang ladang-ladang dan dataran hijau yang menghampar luas.

Oh, ya, kisah perseteruan dan persaingan antara Anne dengan Gilbert Blythe pun – mengambil istilah Anne – sangat Romantis …

0 komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
i m just an ordinary girl. sometimes i'm lazy, i get bored, i get scared, i feel ignored, i get happy, i get silly. that's all

Pengikut